Sabtu, 07 Mei 2011

DONGENG SEBELUM TIDUR.

Sejujurnya saya mengakui, hampir sebagian besar kesempatan dari waktu yang ada, saya manfaatkan untuk berupaya agar tampak sehat dan segar, tentunya setelah melakukan kewajiban utama (sebagai ibu dari anak-anak saya, sebagai istri dari suami saya, dan sebagai bawahan di tempat kerja) Karena raga yang dititipkan kepada saya sudah selayaknya saya pelihara.

Seorang kawan berkomentar, “tentu saja semua perempuan ingin tampak cantik”.

“Zaman sekarang asal punya uang bisa saja perempuan yang biasa-biasa tampak cantik”. Komentar kawan yang lain.

“Ohya? “.

“Yach… seandainya bisa, ingin bisa cantik walau sebentar saja”. Ujar seorang kawan yang cukup “bigsize body”nya.

“Lho? Seandainya sudah cantik, mau ngapain?”

“Ya, tentu orang-orang disekitar kita lebih menyayangi dan menuruti kemauan kita”.

“Ha? Begitukah? Setahu saya tidak demikian”.

Selintas obrolan seperti itu seringkali terdengar di antara perempuan, tetapi bagaimana komentar para pria?

Seorang bapak menyayangi putrinya, karena putrinya mengerti bagaimana berbicara dan bersikap sebagai anak yang menghormatinya tetapi juga menyayanginya dengan berbagai bentuk perhatian.

Seorang suami menyayangi istrinya, karena istrinya mengerti bagaimana harus berbicara dan bersikap sesuai waktu, tempat dan kondisi yang diinginkan suami.

Bahkan dalam suatu keluarga besar dengan jumlah anak yang cukup banyak, siapa yang disayangi bapak atau ibunya? Biasanya yang disayang adalah anak-anak yang tidak menyusahkan orangtua, sebaliknya dapat mengerti dan membantu sebisa anak itu.

Mengapa seseorang yang biasa-biasa saja dapat terlihat manis dan disayangi orang-orang disekitarnya?

Sebaliknya mengapa seseorang yang “cantik” atau “tampan” bahkan kaya raya dapat tidak disenangi orang-orang sekitarnya?

Lalu posisi “cantik” dan “tampan” ataupun kaya raya dimana? Yang pasti tidak pada urutan pertama. Sependapat?

Tidak ada komentar: